Welcome!

This is the official blog of Winna Efendi, author of several bestselling Indonesian novels.

Selasa, 05 Agustus 2014

Tentang Kesabaran Dalam Berputar-putar

Akhir-akhir ini saya disibukkan dengan beberapa hal - proyek menulis, urusan rumah tangga dan kantor, beberapa proyek akan datang, dan naskah novel baru.

Jujur, naskah yang sedang saya garap ini adalah salah satu yang terasa paling sulit dari naskah-naskah sulit sebelumnya. Beberapa naskah yang saya kerjakan terasa cukup alami saat ditulis, seperti Remember When, Ai, Tomodachi. Untuk naskah Unbelievable, riset bullying, peer pressure dan fashion cukup ngejelimet dan perlu pendalaman agar terasa wajar, untuk naskah Melbourne: Rewind meskipun terasa natural, saya tetap merasa perlu menggali lebih dalam hubungan antar karakter, terutama dari segi dialog dan chemistry. Untuk Unforgettable, sulit sekali mendalami proses dan deskripsi wine, juga interaksi kedua karakternya.

Sedangkan naskah ini membuat saya banyak berpikir; karena saya tidak memahami satu pun aspek baru yang ditulis. Musik. Hubungan kakak-adik perempuan. Cowok playboy yang misterius. Ah, rasanya sangat sulit dalam menuliskannya secara wajar. Namun, saya percaya proses tersebut dapat dijalankan secara bertahap.

Banyak orang berkata, menulis tidak perlu buru-buru. Saya setuju. Semakin terburu-buru, semakin tidak maksimal. Semakin tergesa, semakin kita terobsesi pada target tak kasat mata di hadapan kita. Dan hasilnya, kita fokus pada ending, bukan pada kenikmatan menulis, revisi yang optimal, bahkan bukan pada karakter.

Tentu saja, setiap penulis mungkin merasa ingin buru-buru mencapai garis akhir. Ingin rasanya cepat melipat laptop dan mengirimkan hasil jadi ke penerbit. Ingin segera melihat buku terbit. Tetapi, inilah rasa yang menurut saya perlu diredam.

So I'm going to take it easy. Saya akan mengikuti prosesnya.

Ada juga yang berkata, berjalan-jalanlah dalam kekosongan pikiranmu. Something will come. It will definitely come. Jadi, bagi teman-teman yang stuck dan mengalami writer's block, atau seperti saya sering berputar-putar dengan kanvas kosong yang tak kunjung berisi, bersabarlah. Kita pasti akan melaluinya.

7 komentar:

Safira Nisa mengatakan...

Aku bacanya jadi tenang. Aku punya proyek juga, bikin cerita untuk anak-anak. Aku kira mudah, tapi ketika dihadapkan sama ide yg ada di kepala ternyata nggak begitu mudah. Sampai saat ini saya masih stuck di pendalaman karakter. Bagi saya dari dulu, karakter harus melulu terpatok pada kepribadian seseorang, makanya saya butuh panutan. Sedangkan sekarang, saya belum menemukannya.

Membaca ini membuat saya tenang dan bisa berfikir lebih jernih, pasti ada jalan keluarnya.

Mbak Winna juga semangat ya, saya suka karya mbak Winna yg selalu halus dan menyentuh, walaupun belum sempat baca Tomodachi.

:)

Winna Efendi mengatakan...

Terima kasih, senang bisa berguna.

Semoga karyanya cepat selesai ya. Terkadang memang tampak mudah tapi eksekusinya susah :D

Dan menurutku, karakter tidak selalu harus mengikuti kepribadian seseorang, selama kita bisa mix and match personality traits yang ada saja dan menuliskannya dengan konsisten.

Dita Merdekawati mengatakan...

kak Winna terimakasih atas postingannya yang satu ini. ini sangat membantu saya. saya selalu memiliki problem dalam menyusun plot cerita, dan itu selalu membuat saya frustasi dan ingin berhenti menulis. bahkan saya pernah menangis karena saya stuck dengan tulisan saya. sekarang, saya tahu, saya cuma harus tenang, dan ya konsentrasi.
terimakasih kak Winna Efendi, aku sangat - sangat suka sama karya - karyanya kakak.

JNNY mengatakan...

Wah, terima kasih atas saran ini mbak. Aku nulis pengalaman romance-ku yang buruk di blog, tapi aku mencoba menulisnya semanis mungkin krn tiap peristiwa punya sisi baik dan buruk. Hahaha

My Alter Girlfriend

Annisa Malchan mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Annisa Malchan mengatakan...

really love your Melbourne! ^^ dan setelah membaca Happily Ever After secara maraton dua kali duduk, saya putuskan buku-buku Kak Winna memang kereeen. Aku baca Truth or Dare, Melbourne dan Happily Ever After. Dan semuanya keren :D

Wenny Pangestuti mengatakan...

Setuju juga dg kata2 mbak Winna yang ini:
"Banyak orang berkata, menulis tidak perlu buru-buru. Saya setuju. Semakin terburu-buru, semakin tidak maksimal. Semakin tergesa, semakin kita terobsesi pada target tak kasat mata di hadapan kita. Dan hasilnya, kita fokus pada ending, bukan pada kenikmatan menulis, revisi yang optimal, bahkan bukan pada karakter."

Terus terang, aku masih dalam kategori orang yang terburu-buru dalam menulis.