Welcome!

This is the official blog of Winna Efendi, author of several bestselling Indonesian novels.

Selasa, 25 Februari 2014

Tentang manuskrip pertama yang telah hilang


Banyak orang yang berpendapat, Remember When (dulunya berjudul Kenangan Abu-Abu), atau mungkin justru Ai, adalah naskah novel pertama saya. Keduanya bukan novel pertama yang saya penakan.

Dua malam silam, ingatan membawa saya kepada sebuah file MS Word di tahun 2000, pada manuskrip lama yang diketik kata demi kata oleh saya versi empat belas tahun. Sebelum menjelma menjadi kata-kata dalam layar, bentuknya adalah tulisan tangan dalam buku tulis lama, buah pikiran seorang anak yang tak pernah menyangka akan bercita-cita menjadi penulis.

Karakter perempuannya bernama Mecca Morris, seorang gadis enam belas tahun berambut merah dan bermata hijau, kombinasi yang hingga kini sangat saya sukai untuk seorang karakter. Laki-lakinya berambut ikal halus, bermata cokelat, namanya Daniel. Adegan prolog adalah perpisahan keduanya. Bab pertama adalah pencatatan nama pada hari pertama kelas satu SMA.

Panjangnya kalau tidak salah tujuh puluh halaman, diketik dalam font kecil nan rapat, tanpa pengaturan jeda paragraf. Ceritanya khas remaja, tentang percintaan yang dramatis, juga tentang pertentangan keluarga. Ada sedikit bubuhan fantasi di dalamnya, bagi saya yang kala itu mencintai cerita tentang keajaiban.

Sayangnya, menjelang setahun kemudian, file komputer itu musnah, kala komputer saya terserang virus. Hasil ketikan anak yang setiap sore duduk di depan komputer pertamanya untuk melanjutkan cerita sepulang sekolah itu tak dapat diselamatkan. Naskah serupa kemudian dipenakan ulang, kali ini dengan tangan. Benda tersebut kini pun entah ada di mana. Tapi hingga kini, saya masih ingat jelas apa persisnya isi cerita dalam naskah tersebut, dari awal hingga akhir. Entah kenapa, hal itu senantiasa lekat di benak saya.

Itulah sedikit cerita tentang naskah novel pertama saya. Bukan Dragonfly, naskah berbahasa Inggris yang ditulis nyaris lima tahun kemudian. Bukan Kenangan Abu-Abu, yang diselesaikan oleh saya yang berusia dua puluh satu tahun. Bukan Ai, yang usai setahun setelahnya.

Jika ditanya, apakah saya akan menuliskannya kembali? Entahlah. Saya pernah melihat buku bertema serupa di pasaran. Saya masih mencoba menyelesaikan proyek-proyek lain. Ada ide yang lebih menarik perhatian. Semua itu mungkin benar.

Yang jelas, saya tak akan pernah lupa pada manuskrip pertama tersebut. Sampai sekarang, bayangannya masih ada di balik sparepart-sparepart yang pernah membentuk PC pertama saya,  pada kali pertama saya menyadari bahwa saya senang menulis. Saya bahkan sempat berharap, saya menyadari passion tersebut jauh lebih awal.

Namun ke mana pun ia pergi, tersesat, dan berjalan jauh, ia akan kembali. Ia akan kembali, dan kau akan tahu saat menyambutnya dengan tangan terbuka.

Photo taken from http://blog.exirel.me/

Minggu, 23 Februari 2014

(book) Margot by Jillian Cantor



On a Sunday afternoon, all I wanted was to sit down on the couch and curl up with a good book. Preferably one that is sentimental, with a touch of heartbreak, something I've always loved reading.

This book is those things - sentimental, heartbreaking, and bittersweet. I loved it.

I have always been fond of Holocaust stories. If you browse through my bookshelves, you will probably know that. I don't read them frequently though, but whenever I have the chance, I will encounter a book written about it, and read it from cover to cover, and love it. This is one such book in so many years.

If you ask me, I think I won't remember much of Margot Frank. I do recall her name being mentioned a few times in the Diary of a Young Girl by her sister, but nothing remarkable comes to mind. But here I am, reading her story, and being enchanted by it, by the what-ifs.

In this book, Margot Frank is alive, under the American name of Margie Franklin. As I read her story, I can't help but feel that under all the trauma she's been through, all she needs is a good counseling and the will to start over. I'm no psychologist, but I think she suffers through PTSD, and really needs a psychiatrist to help her. It is hard to watch her unravel, hide behind her sweaters, piece by piece dissolving in nightmares, not eating, not sleeping, not even capable of loving herself and others in the process. It is difficult to see her cling to her last remaining hope, that Peter van Pels, her first love, might still be alive. It is also sad, because she remains in that childlike state of believing what she wants to believe, and be crushed when things don't go the way she's planned or wanted them to be.

I also love stories set in the 50's-80's. I might not know if the way the book portrays how people dress, talk and act is correct, but it brings an old-fashioned feel to it. I can almost imagine the scenes in a movie.

That being said, the book is slow. Though the first few chapters are captivating, the pace is snail-like, interwoven with repetitive dreams, nightmares, sequences. I like to think these serve to strengthen the character's problem and show us how broken she is.

(warning: some minor spoilers about the ending)

Despite its flaws, I think the characters are what color the book beautifully and engage us as readers to want to be with her on her journey. Margie, Joshua, Shelby, Ilsa are all compelling characters, even if they are not always so lovable. I especially love the ending, the letter, and the author's note. It is definitely not the cookie cutter ending (in which I'd hoped she'd get some kind of big discovery), but if Margie's growth and the discovery of her self worth is not a huge revelation, what is?

Kamis, 20 Februari 2014

(book) the Ocean at the End of the Lane by Neil Gaiman


What would you do, if you saw a dead man in your father's car?

What would you do, if strange things happened soon after that?

What would you do, if your next door neighbors turned out to be not the kind of people you were expecting?

And what would you do, if they said their pond was an ocean?

Neil Gaiman's stories have struck me as whimsical, written in beautiful prose that resembles a fairy tale, or even poetry. But then, I was not too fond of Coraline, one of his books targeted for a younger audience. That being said, I loved Stardust, so when I saw the compelling cover as well as the rave reviews, I decided to give his latest books a try.

The beginning was rather slow, but it did hook my attention, so I kept reading. The tale of a young boy encountering many strange creatures was a bit of a surprise, because it definitely was not something I was expecting (although I should have, after reading the blurbs and synopsis about the ocean in a pond).

I was pretty bored as I read about Ursula Monkton and her antics, but because the book was short, I decided to keep reading till I was done with it. I have to admit, what is so charming about this book are the characters. The Hempstocks are wonderfully written, with an air of mystery as well as something comforting that make us feel we've known them personally for years. I love the descriptions about their farm, the clothes they wore and gave to the boy, the food they served him, their strange conversations. Plus, the idea of the ocean in a pond is so clever. I could not have cared less about the journey of the boy, but the characters kept me reading till I reached the bittersweet ending.

The ending was done beautifully. It felt realistic, tinged with a bit of sadness. I wish the story of Universe and other creatures and magic behind it is expanded more, because they are only mentioned in the end, but I guess it'll be an entirely different story altogether.

Side points: The cover with the girl underwater is so breathtaking, although the one with the boy almost drowning represents the story better.

3.5 stars.

Senin, 17 Februari 2014

Menemukan surat pembaca dalam inbox email

foto diambil dari sharppendullsword.blogspot.com

Saya masih ingat, pertama kali karya saya diterbitkan, saya seringkali mengetikkan nama sendiri pada mesin pencari Google, dan membaca setiap resensi yang dituliskan di sana. Pernah sekali, menemukan juga resensi tentang Kenangan Abu-Abu dan perdebatan mengenai cerita dan kovernya. Setiap kali buku baru terbit, saya juga rajin mengecek Goodreads, hanya untuk membaca resensi pembaca-pembaca pertama, dan bertegur sapa seandainya bisa. Kalau diingat-ingat, waktu-waktu itu rasanya sudah lama sekali.

Ngomong-ngomong tentang surat pembaca, surat pembaca pertama saya tiba di inbox akun email pribadi tahun 2009, persisnya setelah Ai terbit. Sejak saat itu, saya senang sekali jika menerima surat-surat pembaca, juga posting di Facebook. Kira-kira tahun 2010, saya aktif dalam Twitter, dan sejak saat itu bertekad membalas setiap email maupun mention yang masuk. Tidak ada alasan khusus, hanya saja saya gembira jika bisa berkomunikasi dengan para pembaca, dan saya ingat kenangan-kenangan lama, di mana saya seringkali mengirimkan email kepada penulis-penulis favorit, namun tidak dibalas. Di luar itu, saya mengerti kok, bahwa mereka mungkin menerima ratusan email sehari, dan tidak bisa membalasnya satu-persatu.

Tentu saja, email yang masuk tidak seluruhnya bersahabat, sama halnya dengan kritik yang membaur dengan hal-hal positif dalam resensi di Goodreads atau blog, misalnya. Ada juga yang menyinggung hal sensitif. Namun, bagi saya, setiap detik yang dihabiskan seseorang untuk menyampaikan sesuatu, bahkan jika hanya satu kalimat, adalah sebuah apresiasi tersendiri. Untuk mencari alamat email saya dari balik kover buku, atau mengetik pesan virtual untuk dikirim, itu saja sudah merupakan sesuatu yang berharga.

Saya masih ingat, kala sedang down, saya sering membaca posting teman-teman semua di Facebook, dan hal itu membuat saya tersenyum kembali serta ingin buru-buru menulis. Ada teman-teman yang sharing tentang kisah persahabatan mereka, ada juga yang mengatakan bahwa buku-buku saya membuat mereka menangis. Ada yang mengirimkan kisah tentang kehidupan asmara yang mirip adegan buku-buku saya, bahkan bertukar dan meminta nasihat. Ada yang minta kisahnya dibukukan, ada juga yang mengajak saya bergabung dalam acara sekolah. Ada yang mengeluh kok ceritanya persahabatan jadi cinta melulu, ada juga yang mengirimkan foto mereka dengan kover buku favorit mereka. Kebanyakan, pembaca juga ingin menulis, dan meminta saran menulis.

Jadi, inilah surat balasan saya untuk kalian. Terima kasih untuk setiap kata, setiap dukungan. 

Mungkin, saya tidak terlalu baik dalam berkorespondensi. Mungkin, sepatah dua patah kata yang saya kirimkan sebagai balasan tidak cukup, atau mungkin saya belum bisa membalas semua email maupun ada beberapa yang tersangkut di spam folder saya. Namun begitu, terima kasih.

Sabtu, 15 Februari 2014

Menyelesaikan naskah baru rasanya...

... campur aduk.

Saya seringkali kesulitan mendefinisikan rasa saat merampungkan proyek menulis. Meskipun belum pernah mengalaminya secara langsung, entah kenapa saya kerap kali merasa proses menulis mungkin serupa dengan melahirkan anak. Proses menulis naskah serupa melahirkan karya.

Pada waktu menulis, karya tersebut perlu kita 'jaga', yaitu dengan diberikan perhatian khusus, waktu, juga 'asupan nutrisi' yang tepat. Menurut saya, menjaganya pun tidak mudah, diperlukan konsistensi, tekad, dan sedikit keberanian serta kreativitas. Belum lagi mempersiapkan 'proses kelahiran', menyiapkan mental dan fisik. Lalu ketika lahir, ada berbagai rasa yang bermain. Senang, karena akhirnya yang dinanti telah tiba. Sedih, karena proses mengayomi karya selama berbulan-bulan telah berakhir. Lega, karena hasil jerih payah akhirnya jadi. Takut dan deg-degan, karena belum tahu apakah hasilnya akan diterima, dan jika iya, apakah akan diterima dengan respons positif.

Itulah yang saya rasakan sekarang. Naskah yang ditulis sejak pertengahan atau akhir Oktober 2013 itu selesai, dan proses self-editing plus proofreading juga telah dilewati. Ada tumpukan buku dan film yang tak sabar lagi ingin saya lahap, tapi pada saat yang bersamaan, tangan saya juga gatal ingin mengetik ide baru. Ada sesuatu untuk proyek baru yang terus mengusik benak.

Entah apa yang akan terjadi kemudian. Saya hanya ingin melewati minggu-minggu rehat ini dengan semaksimal mungkin, dan memulai proyek baru dengan semangat baru pula.

Terima kasih untuk dukungan dan semangat dari teman-teman semua.


Tentang film Remember When

It's official!

Dan ini postingan Haqi Achmad sang penulis skenario, yang juga memenakan naskah film Refrain.

Let's look forward to the movie together!

Selasa, 04 Februari 2014

Books on my pile February 2014

Just added these to my preorder cart:

- Ignite Me: Tahereh Mafi
- Panic: Lauren Oliver
- Shattered: Teri Terry
- The One: Kiera Cass

Coincidentally, all of the above except for Panic are the last installments in the series. Can. Not. Wait.

Mangas to be devoured:

- Love Search: I love the cover art, haven't read them yet though.
- Kurogane's Love Lesson
- Yona 10
- Kimi ni Todoke: I've read every scanlation available but will be fun to reread from chapter one.
- Love in Fukuoka

Other books I look forward to reading:

- The Ocean at the End of the Lane: Neil Gaiman
- Legend: Marie Lu
- the Husband's Secret
- the Scientist's Daughter
- Inside Out and Back Again
and a few others I can't recall.

Sabtu, 01 Februari 2014

Book Survey

It's been a while since I've done surveys, so here we go. Taken from Nicole Rusli Bookclubid's blog www.bookclubid.com :-)


Author you’ve read the most books from:

Sarah Dessen and Banana Yoshimoto (own and read each book written by them), Roald Dahl (I've read most of his books and they're jolly good fun), Francine Pascal (the ones authored by her ghostwriters), Jodi Picoult (have read most of her older books, need to catch up on the new ones).


Best Sequel Ever:

I agree with Nicole on this one. Unravel Me is much better than Shatter Me. So is The Elite is in my opinion superior to The Selection. But I also love the Delirium series, each is as wonderful as the predecessor.

Currently Reading:

None at the moment, but I will catch up :-)

Drink of Choice While Reading:

Plain water, warm tea.

E-reader or Physical Book?

Physical book for the win! I can never get used to ebooks, they hurt my eyes staring at the screen too much.

Fictional Character You Probably Would Have Actually Dated In High School:

Wes from the Truth about Forever, though he's so perfect I would probably not be in his crowd haha. Charlie from the Perks of being a Wallflower is more like me, perhaps.

Glad You Gave This Book A Chance:

Um. Chrysalids by John Wyndham, Of Mice and Men by John Steinbeck, had to read them in school, and loved it.

Hidden Gem Book:

Chrysalids by John Wyndham. Readers tend to favor Days of the Triffids, but I personally have this on my favorite. My Kind of Girl by Buddhadeva Bose is also a lesser known gem, it's so beautiful and short.

Important Moment in your Reading Life:

Reading Matilda from my middle school library. Have been an avid reader ever since.

Just Finished:

A manga series, actually: Yona the Girl Standing in the Blush of Dawn. Before that, a short stories compilation: Last Girlfriend on Earth.

Kinds of Books You Won’t Read:

Romance, Harlequin, horror. Not that I underestimate them or the people who read them. I tried, and they're just not my kind of thing.

Longest Book You’ve Read:

Harry Potter and the Deathly Hallows.

Major book hangover because of:

Matilda by Roald Dahl, the Delirium Series by Lauren Oliver, and Mara Dyer series by Michelle Hodkins.

Number of Bookcases You Own:

I have two large bookcases in my room back at my parents' home, and another one in our home here now.

One Book You Have Read Multiple Times:

The Sweet Valley series (because they're addicting like that), Sarah Dessen books, and any that I'd love to reread at the moment.

Preferred Place To Read:

Home, preferably quiet, on my bed.

Quote that inspires you/gives you all the feels from a book you’ve read:

Reading was my escape and my comfort, my consolation, my stimulant of choice; reading for the pure pleasure of it, for the beautiful stillness that surrounds you when you hear an author's words reverberating in your head.
Paul Auster.

We live for books.
Umberto Eco

Such beautiful words!

Reading Regret:

Reading The Last Girlfriend on Earth and Seraphina. I want my money and time back.

Series You Started And Need To Finish(all books are out in series):

Shatter Me.
Mara Dyer.
Panic (upcoming book by Lauren Oliver).
The Selection.
Slated.

Three of your All-Time Favorite Books:

Delirium, Matilda, Chrysalids.

Unapologetic Fangirl For:

Wes! Alex from Delirium series. Noah Shaw from Mara Dyer series.

Very Excited For This Release More Than All The Others:

The Retribution of Mara Dyer, hands down. I need to know what happens to Noah next!

Worst Bookish Habit:

Collecting books till they pile up with no more space left, and never getting round to reading them.

X Marks The Spot: Start at the top left of your shelf and pick the 27th book:

I'm sorry my shelves are a mess right now.

Your latest book purchase:

Ignite Me by Tahereh Mafi. All These Broken Stars.

ZZZ-snatcher book (last book that kept you up WAY late):

The Harry Potter series, and most books I started.

Naskah baru 2014

image taken from und.edu


Di awal tahun baru Lunar tahun Kuda Kayu, akhirnya self-editing tahap satu untuk naskah terbaru saya selesai :-)

Seingat saya, ide untuk naskah novel ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu, setelah Unforgettable terbit. Awalnya ingin dibuat prekuel, tapi karena belum disetujui, saya kembangkan menjadi sesuatu yang baru. Awal tahun lalu, semasa menulis naskah untuk SCHOOL, justru ide untuk novel ini yang terus membayangi langkah saya, meminta untuk segera dituliskan. Di bulan Oktober, setelah kesibukan pribadi rampung dan saya sedang memikirkan ide proyek selanjutnya, naskah ini akhirnya mulai ditulis.

Kisahnya sederhana, dengan karakter-karakter remaja, walau bukan tentang cinta pertama dan persahabatan yang biasa saya angkat. Inti kisahnya adalah tentang harapan, keluarga, dan keberanian mengejar cinta. Buat saya pribadi, proses menulisnya pun tak mudah, selagi meneruskan kesibukan pekerjaan dan hanya memiliki sedikit waktu luang, proses risetnya harus menyeluruh karena menyangkut subjek yang bisa dibilang sensitif, sulit dan awam bagi saya.

Selama hampir empat bulan, saya menulis setiap malam, terkadang asyik sendiri dan kebablasan sampai larut malam. Saat menggarap naskah ini, saya tidak membaca buku, dan mulai menjauhi film-film (which I miss so dearly now). Mungkin sudah terbiasa demikian, agar saya tidak terpengaruh oleh media lain di luar apa yang bermain di pikiran. Di luar kerinduan itu, saya menikmati setiap prosesnya, walau kadang sulit dan memusingkan :-) saya suka menulis tentang konflik dalam masing-masing karakter, dan berharap mereka juga dapat hidup di hati pembaca.

Proses penulisan novel saya tetap sama: brainstorming - riset - brainstorming - menulis - riset - menulis, menulis. Setelah rampung, saya memulai self editing tahap pertama, yaitu mengetik ulang setiap kata, setiap titik, pada saat yang bersamaan mengubah bagian yang terasa kurang pas, merevisi tata bahasa, memperbaiki dialog, dan mengembangkan karakter juga narasi sembari menulis ulang. Begitu selesai, self editing tahap kedua dimulai, yaitu membaca ulang dari awal hingga akhir, dan memperbaiki alur yang kurang lancar, mengganti-ganti porsi dan peletakan bab hingga terasa pas, dan mengubah susunan cerita atau menambahkurangkan adegan yang tidak sesuai. Baru setelahnya, saya akan proofreading naskah, yaitu membaca ulang untuk memastikan semua elemen novel sudah tergali maksimal, dan tidak ada ejaan atau tata bahasa yang melenceng, menambah alternatif kosakata supaya tidak ada satu kata yang terus diulang-ulang, dan sebagainya. Demikian yang saya lakukan untuk setiap naskah, it's like this little tradition of mine, walaupun setiap kali baru mencapai halaman akhir, rasanya mau buru-buru mengirimkan naskah ke penerbit.

Bulan ini, saya menyusun target untuk mengedit tahap kedua, lalu melakukan proofreading akhir sebelum mengirimkannya ke editor di rumah penerbit. Saya belum tahu apakah naskah ini akan diterima, apa judul resminya dan jika diterima, kapan akan terbit, tapi doakan semuanya lancar ya :D

That being said, Happy Lunar New Year, everyone!