Welcome!

This is the official blog of Winna Efendi, author of several bestselling Indonesian novels.

Selasa, 21 Juni 2011

First post in June

Whoah, nggak nyangka udah sebulan lebih sejak terakhir posting blog di sini. Sorry for the long delay! What's up with me lately? Pertama, sibuk pindahan ke rumah baru. I'm finally leaving the apartment, and have a bigger crib for my books and stuffs :D I really really miss the old apartment though, there's something so secure and comfy about sliding in and out of elevators, into a small warm space we call our own.

Lalu, saya juga sibuk menulis buku baru. Sudah 90% selesai dan hanya butuh editing, give me a month and I think it'll be done. Kali ini adalah proyek yang sama sekali beda dengan apa yang selalu saya tulis - akan jadi surprise tersendiri buat pembaca :) EXCITED! Sedangkan, satu novel yang judulnya masih tentatif sudah ada di tangan penerbit dan editor di Gagas Media, sedang dalam proses untuk diterbitkan. Yang ini berupa novella alias novel pendek, semi-romance, galau dan mellow *hahaha*. So, 2 new books coming up! Ditunggu, ya :-) I'm really trying to work things out perfectly.

Oh ya, kalau kalian notice sesuatu yang beda tentang blog ini.. yes I've modified the layout. Bukan hanya backgroundnya.. walau saya akui, selama ini saya terlalu malas untuk mengubah dan membongkar isi blog ini. Dan, susah melakukannya di laptop saya, karena ada beberapa program yang belum terinstall. For the last hour I've been trying to work out the elements of this blog.. termasuk mengubah font-nya (jadi lucu banget!), warna background-nya (masih dominasi abu-abu, putih dengan sedikit sentuhan pink ngejreng), dan membetulkan bagian kanan blog tempat tools dan widget dari berbagai sumber. I've added my fave quotes and book montage selection yang me-refresh secara random.. meng-update songs on my iPod dan current cravings.. membuat semua foto buku menjadi sama besar (yes I've been largely bothered by the different image sizes), dan merapikan layout agar enak dibaca oleh semua pengunjung website ini. I even matchedd the Twitter layout with the blog color theme. Hehe. A miss mix and match at heart. Maaf ya bagi para pengunjung blog yang nggak nyaman dengan keadaan blog sebelumnya. I'm making it up to you guys right now :)

It's time to get back to work now. So, have a nice Wednesday, fellow bloggers! I couldn't have done it all without you guys.. karena saya baru sadar betapa banyak pembaca dan kalian semua yang terinspirasi ingin menjadi penulis, dan membaca buku saya dan memberi dukungan terbesar dari hati :) thank you, sungguh.

Because I strongly believe that the best writer inspires her readers, and I'm glad I could inspire something inside all of you too.

Minggu, 01 Mei 2011

Pemenang kuis #2: lomba resensi dan posting quote favorit

Terima kasih bagi semua yang telah berpartisipasi dan ikutan dalam resensi novelnya. Pemenangnya adalah: Uchy Ramadhani dengan resensinya untuk novel Ai di sini: http://www.facebook.com/note.php?note_id=198313770204916

Uchy akan mendapatkan 1 novel Remember When :)

Terima kasih ya. Kapan2 akan diadakan lagi kontes yang lebih seru..

Rabu, 27 April 2011

Launching The Journeys 8 Mei 2011


Launching buku The Journeys bersama 12 penulisnya:

Adhitya Mulya, Okke 'Sepatumerah', Raditya Dika, Trinity, Windy Ariestanty, Valiant Budi, Winna Efendi, Ve Handojo , Alexander Thian, Farida Susanty, Ferdiriva Hamzah, Gama Harjono.

Venue: Gramedia Matraman, Jakarta
Time: Minggu 8 Mei 2011 jam 18.30
Diselenggarakan oleh Gagas Media

Bisa book signing dan foto juga diskusi bareng 12 penulisnya :)

Look forward to see you there!

Rabu, 20 April 2011

Karakter dalam novel Remember When

Buat yang belum baca Remember When, berikut sneak peek character-nya. Ada 4 karakter inti plus Erik sang penghibur :) bagi yang udah baca, karakter manakah favorit kamu? Yang mana yang paling mirip kamu? :D

[Freya]

Freya, karakter yang menginginkan kebebasan di balik kesepiannya.

Freya adalah karakter yang paling saya suka. Perempuan muda yang tampaknya tenang-tenang saja, tanpa ambisi, tanpa emosi, dan pendiam. Tapi ternyata Freya tidak begitu. Emosinya bisa meledak-ledak kapan saja. Freya sangat sayang pada sahabatnya Gia, dan diam-diam penuh rasa terima kasih karena keceriaan Gia selalu menarik perhatian dari dirinya - karena Freya memang benci menjadi pusat perhatian. Selain Gia, Freya dekat dengan Erik - teman sekolah dan teman mainnya sejak kecil.

Pacar Freya selama setahun ini adalah Moses. Freya cukup nyaman bersamanya, karena Moses sangat mirip dengan Freya - pendiam, introvert, kalem.

Di balik rambut pendek berwarna gelap dan sepasang mata hitam yang sendu, Freya adalah juara kelas setelah Moses. Freya paling suka pelajaran Matematika dan Kimia - yang menurutnya sangat mudah, dan benci olahraga karena selalu terakhir waktu lari. Freya juga pemain basket yang payah, walau badannya tinggi. Pokoknya semua olahraga, Freya tidak terlalu suka. Lebih senang duduk mendengarkan Erik mengoceh di kantin, atau bersembunyi di balik rak perpustakaan dengan sebuah buku yang menarik.

Freya juga tidak lahir di keluarga berada. Kehidupannya pas-pasan. Ayah Freya membuka toko obat kecil di rumah mereka, dan Freya sering membantu sepulang sekolah. Hanya itu sumber penghasilan mereka selama ini, dan Freya mampu sekolah dari beasiswa yang disabetnya setiap tahun.

Freya suka makan yang hangat-hangat, dan paling suka duduk sendirian di tepi jendela ketika sedang gerimis. Namun Freya juga kadang benci melihat hujan, karena mengingatkannya akan kejadian sedih beberapa tahun yang lalu.

Dan suatu saat nanti, Freya berharap.. akan ada cinta yang hinggap di hatinya. Cinta yang membuatnya benar-benar jatuh.

[Gia]

Seorang gadis secerah bunga matahari.

Perempuan beruntung yang memiliki segalanya. Lahir di keluarga berada (Papa Gia pebisnis hebat yang sering trip keluar negeri, Mama Gia buka salon pribadi di rumah yang ramai pelanggan), Gia juga dibekali wajah yang cantik. Mata bulat besar, rambut ikal, tubuh mungil, dan kulit kecoklatan - itulah ciri khas Gia. Karena kecantikan dan kebaikannya, Gia jadi salah satu murid perempuan paling populer di sekolah. Surat-surat cinta beramplop pink tidak henti-henti muncul di lockernya, datang dari berbagai pemuda yang ingin memenangkan hatinya. Tapi hanya Adrian yang bisa, Gia sudah suka padanya sejak pertama kali sekelas di SMU.

Anggia Wijaya - begitu nama lengkap Gia, menaruh simpati pada Freya karena tidak seberuntung dirinya. Pertama memang begitu, tapi lama kelamaan rasa kasihan itu pudar, berganti menjadi rasa kagumnya pada sang sahabat yang ternyata lebih tegar dari dugaannya. Gia suka pada Freya yang tidak banyak bicara, selalu mendengarkan ceritanya, dan memberi saran yang objektif. Freya juga yang selalu ada ketika Gia ingin mengobrol - entah untuk bercerita, bergosip, atau menangis setelah bertengkar dengan Adrian. Freya yang selalu tersenyum, mengerti dirinya apa adanya.

Gia suka segala sesuatu yang berwarna pink. Beberapa barang favoritnya adalah sepasang sepatu hak tinggi berwarna pink, kanvas dan alat melukisnya, dan buku diary. Gia hidup untuk melukis - karena itu dia cinta pelajaran kesenian dan benci Matematika (angka terlalu ruwet). Impian Gia adalah suatu hari menikah dengan Adrian, dan kuliah di University of the Arts London, nun jauh di sana.

Oh ya, Gia suka sekali popcorn karamel. Pokoknya yang manis-manis.

[Adrian]

Adrian.. karakter yang menarik. Seseorang yang bikin cewek-cewek tergila-gila, dan semua orang mau menjadi sahabatnya. Ganteng, putih, tinggi, atlit basket unggul di SMA, ramah dan bersahabat. Adrian kelihatan cuek di permukaan, tapi sebenarnya sangat peduli pada orang-orang yang disayanginya.

Adrian paling suka makanan masakan Mamanya, selain itu, juga penggemar berat Mi Item, yang dimakannya saat sedih maupun senang (sekali makan bisa 3 sampai 4 bungkus lho!). Adrian benci pelajaran eksak, cuma suka tidur di kelas dan main di lapangan kalau cuaca sedang cerah.

Teman Adrian banyak, tapi cuma satu yang jadi sahabatnya - Moses, teman sejak kecil dulu. Moses yang tidak banyak omong jadi seperti abang untuk Adrian yang (kadang) kekanakan. Walaupun Adrian kurang suka main bola dengan Moses (soalnya Moses kalah melulu), Adrian suka sekali tidur-tiduran di rumah Moses yang dianggap rumah kedua, sambil mengobrol ngalor-ngidul.

Pacar Adrian sejak kelas 1 SMA adalah Anggia, yang ditaksirnya sejak pertama kali melihatnya di program orientasi. Mereka disebut sebagai pasangan paling top di sekolah, karena kekompakan mereka.

Diam-diam Adrian menganggap Freya, pacar sahabatnya, kaku dan ga enak diajak hangout karena sifatnya yang antisosial.

[Moses]

Pendiam. Ketua OSIS. Perfeksionis. Sukses. Pintar. Dewasa.

Segala jenis sifat baik ada di diri Moses. Cowok cool yang benci bertele-tele, orang tidak bertanggung jawab, orang yang tidak punya masa depan, dan pemalas. Moses tidak sesempurna bayangan orang-orang akan dirinya, dan juga tidak sehebat pikirannya sendiri. Dari permukaan, Moses adalah cowok yang lebih dewasa dari umurnya, dan punya ciri-ciri seorang pemimpin. Wataknya tegas, keras, tegar dan kaku - terkadang terkesan dingin dan kurang sensitif. Tapi sebenarnya Moses sangat peduli pada teman-temannya dan Freya.

Sahabat Moses dari kecil sampai sekarang cuma Adrian, yang bisa mengerti dirinya yang seperti itu. Terhadap Erik yang nyeleneh dan teman-teman lain yang dianggapnya kekanakan, Moses tidak terlalu suka. Karena itu dia tidak punya banyak teman, karena Moses orangnya kaku - tidak mudah disukai orang. Moses jatuh cinta untuk pertama kalinya pada seorang gadis kecil tetangganya, yang pindah suatu sore Moses ingin menemuinya. Hingga sekarang, hanya Freya yang dapat meluluhkan hatinya lagi. Freya yang rapuh, menurut Moses perlu dilindungi.

Moses paling suka makan makanan tradisional - sayur asem, sambal terasi, pepes ikan dan nasi panas mengepul di atas meja makan. Tidak suka yang neko-neko, tidak suka junk food (ga sehat katanya).

Cita-cita Moses jadi dokter seperti keluarganya - walau sebenarnya dia punya ambisi lain: jadi arsitek. Tapi sepertinya orang tua Moses berkehendak lain.

Moses jadi seperti anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa, terpaksa mengikuti arahan, aturan, dan apa yang sudah seharusnya.

[Erik]

Sebuah karakter yang selama ini menjadi bayang-bayang, namun memegang peran penting di Remember When.

Erik adalah teman kecil sekaligus tetangga Freya. Dari dulu hanya dia yang 99% mengerti Freya, dari masa lalunya, keluarganya, dan seribu satu pikiran kecil yang beterbangan di otak Freya selagi dia melamun. Saking lamanya berteman dengan Freya, Erik bisa menebak mood Freya hanya dengan melihat wajah sahabatnya, yang biasanya tanpa ekspresi itu. Erik juga bisa membaca isi hati Freya, dan menebak tindakan selanjutnya (kayak paranormal aja si Erik).

Erik tidak terlalu suka pada Moses yang dianggapnya kurang perhatian pada Freya. Menurut Erik, Moses tidak mengerti pacarnya sama sekali. Tapi Freya yang keras kepala tidak pernah mengindahkan Erik tentang masalah ini, dan tenang-tenang saja mendampingi Moses.

Menurut Freya, Erik orangnya playboy - yang selalu gagal. Erik mudah jatuh cinta, baik dengan tetangga baru yang cakep atau murid kelas sebelah yang sudah punya gandengan. Erik selalu ditolak oleh cewek-cewek pujaannya karena Erik bukan tipe cowok populer seperti Adrian. Namun begitu, hati Erik sebenarnya hanya untuk Gia, yang tidak pernah membalas perasaannya karena dibutakan oleh cinta kepada Adrian.

Oh ya, gitu-gitu Erik kapten tim sepak bola lho. Selain itu Erik juga pintar bahasa Inggris, walau nilai pelajaran lainnya jeblok.

Latar belakang penulisan Remember When

An intro

Ide untuk menulis novel ini dimulai pada suatu malam, di awal tahun 2007. Idenya muncul dari inspirasi lama saya untuk menulis tentang persahabatan dan kisah cinta remaja SMA. Saat itu novel berbahasa Inggris saya yang berjudul Dragonfly (Chance), sebuah bagian dari trilogi novel yang saya rancang, baru saja selesai ditulis. Saya lalu mencari-cari lahan menulis baru, dan terbersit keinginan menulis novel bahasa Indonesia yang sederhana.

Waktu SMA saya masuk ke dalam kelas kecil untuk beberapa anak untuk menyelesaikan SMA dalam kurun waktu 2 tahun, sehingga tidak pernah benar-benar merasakan kehidupan anak SMA pada umumnya yang riuh rendah, saling berbagi, dan banyak aktivitas lainnya yang menyenangkan. Salah satu topik yang paling hangat di kalangan anak-anak muda adalah munculnya persahabatan, yang tak jarang adalah persahabatan sejati - dan juga jatuh cinta. Hal ini saya rasa sangat menyenangkan - sekaligus membingungkan, karena pertama kalinya mereka benar-benar merasakan cinta dan persahabatan yang tulus, namun tidak pasti bagaimana harus bertindak di situasi tertentu. Saat itu saya mengingat jatuh bangun teman-teman saya, termasuk saya sendiri, dalam dunia yang kami bangun sendiri - jatuh cinta, cinta monyet, patah hati, bersahabat.

Lalu muncullah empat karakter utama novel ini. Dalam chapter pertama saya memperkenalkan Freya dan sahabatnya Erik. Tokoh Freya ini begitu hidup di pikiran saya. Seorang gadis muda yang penuh dengan kesedihan, ketakutan, kontrol diri, sehingga dia menjadi begitu introvert, bahkan cenderung anti sosial. Sedangkan Erik adalah sebuah lawakan, seorang sahabat sejati yang sebenarnya juga sudah dewasa. Contoh murid SMA yang tipikal di kehidupan sehari-hari.

Lalu diceritakan tentang Moses. Karakter ini mungkin agak jarang ditemukan, terkadang anak-anak SMA pada umumnya masih mencari jati diri, jarang ada yang setegas Moses. Lalu muncullah dua karakter utama lain, Gia dan Adrian - sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, contoh remaja yang tidak mempedulikan sekitarnya dalam masa keemasan mereka, contoh murid-murid yang dikagumi orang lain karena kepopulerannya.

Tadinya saya ingin membuat novel di mana cerpen-cerpen di dalamnya tidak saling bersambungan, sehingga menjadi semacam cerita ringan. Namun akhirnya saya memutuskan untuk membuatnya bersambung. Dalam tiga chapter pertama, saya meninggalkan draft ini begitu saja selama dua bulan, karena kehilangan inspirasi. Tapi akhirnya saya kembali dan menyelesaikannya di bulan Juni 2007. Hampir setiap hari saya menulis, membiarkan teman-teman membaca dan mengkritiknya. I enjoyed it.

Proses menulisnya sangat menyenangkan. Saya merasa terbawa dalam emosi dan karakter yang saya ciptakan. Saya bisa menjadi Adrian yang menangis saat sedih, Gia yang tidak mampu melepaskan, Erik yang menjadi penengah, Moses yang galau dalam mengerti ada hal yang di luar pengertiannya, dan Freya yang bingung memilih. Cinta atau persahabatan? Sangat menyenangkan menulis adegan bahagia, menyelipkan sedikit suspense dan kejutan kecil, juga menikmati proses menulis bagian yang sedih. Entah mengapa, menulis kisah ini mengalir mudah untuk saya. It's almost sad when I have to end it.

Lalu kenapa judul awalnya Kenangan Abu-Abu?

Judul pertama yang terbersit adalah Kenangan Abu-Abu. Pertamanya adalah karena saya merasa kisah persahabatan dan cinta ini ada dalam grey area. Berbaur antara benar dan salah, hitam dan putih. Namun seorang teman menyatakan bahwa judulnya pas, karena abu-abu melambangkan warna seragam SMA. Kini diterbitkan lagi dengan judul Remember When, yang menurut saya sangat cocok :)

Semoga kalian juga menikmati membaca karya saya :) Kritik dan saran sangat ditunggu.

Catatan: SMA sekarang disebut SMU. Saya terbiasa menyebutnya SMA.

Rabu, 06 April 2011

Quiz 2: posting quote dan buat resensi novel Winna Efendi!

Berhubung relaunch debut novelku terbit minggu ini, mari kita rayakan bersama! :)

Sebagai apresiasiku untuk teman-teman dan pembaca sekalian, aku ingin bagi-bagi novel gratis nih..

Caranya gampang:

  • Posting status/tweet yang berisi: resensi novel, quote favorit kamu dari novel Ai/Refrain/Unbelievable/Remember When/The Journeys, atau kesan pesan saat membaca novel-novel tersebut.
  • Untuk pengguna FB/Twitter/blog, bisa juga memposting foto kamu bersama novel tersebut :)
  • jangan lupa mention @WinnaEfendi dan judul buku yang kamu quote tersebut, atau tag Facebook account Winna Efendi

Gampang, kan? Tweet/status/posting/quote/resensi yang paling seru dan kreatif akan mendapatkan 1 copy novel Remember When plus tanda tangan dan kejutan spesial!

Quiz ditutup tanggal 15 April 2011 (diperpanjang hingga 30 April 2011). Pemenang akan di-contact langsung via email/twitter/fb untuk konfirmasi alamat. Have fun! :)

XOXO,

-winna-

Pemenang kuis #1 Remember When

Saatnya mengumumkan pemenang kuis pertama berhadiah 1 novel Remember When. Pemenangnya adalah Intan Nur Fadliilah. Selamat!

Saya cerita sedikit ya.. Intan sudah mengenal karya saya sejak Ai/Refrain. Intan sempat mengemail saya mengenai Kenangan Abu-Abu, yang sudah dicarinya ke mana-mana, menitip lewat kakak kelas, dan masih saja novel tersebut susah dicari :) berhubung novel tersebut kini di-launching ulang, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Intan yang sangat setia mencari buku-buku saya, membacanya dan menikmatinya.

Semoga menyukai Remember When. Novelnya akan dikirim lewat pos. Bagi yang belum menang, nantikan kuis #2 dan #3 yang akan diposting menyusul. Hadiahnya nggak kalah seru kok :)

Minggu, 27 Maret 2011

(movie) Never Let Me Go


Okay. After I watched this, all I did was stare at the screen, watching the credits roll. It's always what a good movie does to me, like I'm too blanked out to touch the remote, and too caught up in thoughts to do anything else.

I'm enchanted by the performances of Keira Knightley and Carey Mulligan, both powerful actresses. Knightley has been greatly missed! I am not so sure about Andrew Garfield, I don't understand his passion, his fears, his feelings. I'm not sure if it's how it's supposed to be, or am I just not passionate about his acting.

The plot is simple, and I like the compacted version more than the book. The beginning grips audience right from the start, and the whole movie is just sort of left for your own interpretation - about love, about life, about letting go, and about giving up. I'm sure each of us has our own understanding about the whole thing, and that's the beauty of it :)

Love the poster so much, btw. 4/5 stars.

(book) Before I Fall


I'm new to Lauren Oliver's books, and this is the first I've read since I heard so many rave reviews about it, and YA bookclub on GoodReads chose it for February read. I was late in obtaining a copy, but it was worth the read.

I was gripped right from the very first chapter. It's about Samantha Kingston (love the name, sounds so posh), who dies on her way home from a party, and wakes up the next day reliving her last day. I guess it's no spoiler because the synopsis mentions that she relives it seven times.

It got a bit boring somewhere in the middle because of so many details, so many repeated occurrences, even though some were altered according to Sam's choices. I also didn't get what she needed to do at first, like Sam herself didn't know what to do, and understood that her initial response was gladness that she thought it was all just a dream, and then tried to repair whatever it was she needed to do without knowing what it actually was, and eventually got so angry because she still messed it all up. Slowly, though, she (and us readers) started getting the depth of the story, some untold secrets, the dark side of the characters, and that was when I found the magic of this book.

Nearing the end, it was almost impossible to put down. The ending was a little shocking, because it was never what we expected it to be. But it all made perfect sense, somehow, and I thought about it long after I put it down. Haunting, beautiful, despite its flaws. And yes, I describe mellow books/movies I love with the words haunting and beautiful, every single time.

I think the whole idea is pretty genius. What would make more sense is that Sam should at least try to tell somebody about the whole thing, because it wasn't just logical that she didn't tell anyone. And despite a lot of people hating on Lindsay and the rest of the girls, I felt like I understood them, and that was what Lauren Oliver succeeded in doing - for making everything seem real, and for us to sympathize with and understand the characters.

3/5 stars.

Look forward to Delirium!

Jumat, 25 Maret 2011

Rumah Beratap Biru

Pada hari kamu pergi, aku masih meyakinkan diri bahwa aku akan baik-baik saja. Toh, selama ini kita pun berdiri di sudut yang berseberangan, bukannya berjalan berdampingan sambil berpegangan tangan seperti yang seharusnya.

Semalam pun, aku masih menjalani rutinitas seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Masuk ke dalam mobil, memastikan aku aman terkunci di dalamnya, menstarter mesin, menyalakan radio dan memilih stasiun yang kusuka, kemukamun mengecek status bensin sebelum berkendara pulang. Seperti yang selalu kulakukan, ada maupun tanpa kamu.

Aku melewati jalan yang biasa - dua kali lampu merah, menikung ke kiri, melewati bagian belakang pasar basah yang pada malam hari dijadikan tempat berkumpulnya anak-anak tetangga untuk bermain kartu, kemukamun berhenti di depan rumah beratap biru.

Rumah beratap biru ini kita beli bersama, walaupun kita tidak pernah menyebutnya sebagai 'rumah kita'. Memang kamu yang lebih dulu menabung, dan menyetor uang mukanya. Tapi kemudian aku pun mulai rutin menyisihkan sebagian besar penghasilanku untuk rumah ini, meski kamu tidak pernah memintaku melakukannya. Lalu, beberapa tahun yang lalu - waktu itu bulan Mei - kita pun sama-sama meninggalkan tempat tinggal lama kami untuk pindah ke rumah beratap biru tersebut. Seingatku, kita bahagia.

Aku selalu mengeluh bahwa rumah ini terlalu kecil. Ruang paling besar yang ada di dalamnya adalah kamar tidur, itu pun ukurannya tidak seberapa. Kamu berkata, ruang yang sempit pun dapat terkesan luas jika kita mampu menatanya sedemikian rupa. Jadi kita pun memasang sebuah tempat tidur dan melapisi lantainya dengan karpet, juga meninggikan rak dan memindahkan segala benda lain yang hanya akan menyesakkan ruangan.

Waktu itu, aku tidak sadar ruang yang kamu maksud adalah hati.

Setelah tiba di rumah, yang kulakukan adalah memastikan dua kali bahwa semua pintu dan jendela telah terkunci, kemukamun merangkak ke atas tempat tidur, masih dalam pakaian lengkap. Aku sering melakukan itu; dan biasanya kamu akan memelukku dari belakang, menghidu aroma parfum yang sudah pudar, saru dengan bau keringat. Dan biasanya, apa pun keletihan yang kukumpulkan dari pagi hari akan pupus menjadi tak bermakna. Tapi malam kemarin, aku tidak punya tenaga untuk memikirkan tentang biasanya. Aku masih merasa aku akan baik-baik saja.

Tapi lalu mimpi itu datang.

Kata orang, mimpi adalah bunga tidur. Mencerminkan harapan, ketakutan, pertanda, dan apa pun itu yang pernah melintasi pikiran bawah sadarmu.

Semalam, aku bermimpi tentang kamu. Tapi aku tidak dapat melihat wajahmu - hanya punggung yang berjalan menjauh, siluet yang semakin lama semakin samar, sampai akhirnya menghilang seluruhnya. Entah fatamorgana, entah apa. Kamu hilang bersama salju yang merintik dari langit.

Aku tidak bisa tidur lagi setelahnya. Semalaman, aku memandang langit-langit, memperhatikan retakan halus dan sarang laba-laba yang mulai merembeti sudut kamar. Aku mencoba mematikan lampu, tapi kegelapan membuatku takut. Sampai akhirnya, aku terlelap, dalam usahaku untuk tidak memikirkan kamu.

**

Biasanya, apa pun yang kita ributkan, baik masalah kecil maupun besar, akan berakhir dengan saling berpelukan, di atas tempat tidur mungil dalam rumah beratap biru. Mungkin aku yang terlalu naif dalam mengira, masalah kali ini sama seperti sebelum-sebelumnya, dan dalam beberapa jam aku akan melihat kamu, dalam rumah beratap biru.

Tapi kurasa dalam hati aku tahu, saat kamu bilang kamu akan pergi, kali ini kamu tidak main-main.

Mungkin kami sudah terlalu lama menganggap satu sama lain sebagai properti. Sudah terlalu lama saling memiliki, dan sudah menyerahkan setiap bagian dari diri kepada satu sama lain. Setiap jejak di permukaan kulitku adalah milikmu, setiap serat dari rasa pernah kamu sentuh. Kamu pernah masuk ke dalam ruang paling gelap dalam diriku, begitu pun aku pernah melihat saat-saat terburuk maupun terbaikmu.

Namun, itu saja ternyata tak cukup untuk saling memiliki.

Terkadang, rasa saling memiliki yang terlalu kuat justru membuatku terlalu yakin bahwa kamu tidak akan pergi. Dan kali ini, seperti yang kubilang, kamu tetap pergi.

Aku tidak menangis. Aku tidak tahu apa yang harus kutangisi - apakah aku harus tersenyum, tertawa, marah, apa? Yang kutahu adalah rasa kosong di dalam dada yang terasa sesak. Jika aku menangis, apakah rasa itu akan hilang? Jika aku tertawa, apakah rasa itu juga akan hilang? Aku hanya butuh sebuah alasan untuk melakukan salah satu. Jadi aku pun tertawa.

Rasa itu tetap ada.

**

Kadang, aku yakin kamu akan kembali ke rumah beratap biru. Kadang, aku tak terlalu yakin.

Kemarin, seorang tetangga menanyakan perihal kamu. Katanya, ada sesuatu tentang berkebun yang ingin ditanyakannya.

Aku bilang, kamu sudah pergi.

**

just felt like writing this piece, Friday 16.05 p.m.
written using Ommwriter for Windows