Namanya aku tidak tahu.
Di mana dia tinggal, aku pun tidak tahu.
Gadis itu biasanya mengenakan terusan putih tanpa lengan bermotif di bagian hemnya. Sebuah topi putih lebar menutupi kepala, dan di pundak tersandang sebuah tas kanvas berwarna senada. Begitu setiap hari. Aku melihatnya melalui jendela bus yang buram oleh debu dan air hujan, memandangnya hingga bus berbelok dan aku kehilangan jejaknya.
Kadang-kadang ketika busku kebetulan berhenti di haltenya, kami akan berpandang-pandangan. Aku dari tempat dudukku di bus, dia dari sandarannya di tiang halte. Dan kadang-kadang, jika aku sedang beruntung, dia akan tersenyum.
Aku malu kalau aku tidak punya cukup keberanian untuk membalas senyumnya. Aku terdiam seperti arca batu, menyerap segala hal tentangnya dalam memoriku, baru tertawa seperti orang bodoh ketika bus berlalu. Bodoh, sungguh benar-benar tolol!
Yang lebih bodoh lagi, aku juga tidak pernah berani turun di halte tersebut, hanya untuk menyapanya. Sampai hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar